INDONESIA yang kaya akan aneka budaya, telah menjadi kekuatan kultur bagi rakyatnya. Bahkan budaya yang tumbuh di negera berasaskan Pancasila itu, menjadikan 'azimat' kehidupan dan pemersatu keaneka ragaman ras, suku dan agama.
Di beberapa daerah di Jawa Timur, seperti Madura, Lumajang, Bondowoso, Situbondo dan Probolinggo, ada tradisi yang menjadi salah jalan atau ritual untuk meminta turun hujan dan terselamat dari kekeringan.
Misalnya, di Kabupaten Bondowoso, di setiap akhir musim kemarau, tepatnya Desa Tapen, Kecamatan Bondowoso, Jawa Timur, warga setempat berkumpul untuk menyaksikan ritual Ojung.
Ritual tersebut diyakini, sebagai permohonan turunnya hujan kepada Tuhan. Ritual Ojung itu juga sering dilakukan di Pulau Madura dan di Tengger, serta Gunung Bromo.
Dalam tradisi Ojung, dua orang pria berhadapan dengan bertelanjang dada sambil menggenggam erat sebatang rotan. Saat musik dimainkan, kedua pria tersebut bergoyang mengikuti alunan musik.
Tidak hanya itu saja, rotan yang dipegang kemudian digunakan untuk saling menyabet lawan. Dari luka yang meneteskan darah, diharapkan akan dapat mengundang turunnya hujan.
Untuk memulai ritual Ojung, diperlukan dua orang pria, satu orang wasit, satu orang pendamping untuk tiap petarung Ojung, dan dua orang yang akan menandai luka akibat sabetan rotan.
Setiap petarung Ojung, hanya mengenakan kopiah dan odheng (ikat kepala) yang diikatkan di pinggang. Meskipun begitu, ada larangan untuk menyabetkan rotan ke bagian muka atau kepala. Daerah target sabetan hanyalah bagian leher, dada, perut, lengan atas, dan punggung.
Sementara itu, tradisi Ojung juga dilakukan oleh warga di Desa Sukorejo Kecamatan Kotaanyar, Kabupaten Probolinggo. Saat pangelaran Ojung digelar, ratusan masyarakat dengan serius dan asyik menyaksikannya.
Kami (Mahdi Al Hamid) berhasil mengabadikan momentum tahunan itu, yang berlangsung di Desa Sukorejo, Kecamatan Kotaanyar, Kabupaten Probolinggo, melalui bidikan camera 'kesayangannya'. (*)
nama jelas :
alamat :